Keuangan selalu menjadi hal yang seksi buat dibahas.
Sebagai seorang ibu, saya menjadi mengelola keuangan keluarga sepenuhnya. Saya
mengatur pengeluaran dalam keluarga seperti membayar listrik, membayar tagihan
tv kabel, mengatur biaya masak sehari-hari, mengatur ongkos anak dan lain-lain.
Tidak mudah mengatur itu semua terlebih bila pendapatan kita terbatas.
Masing-masing keluarga tentu punya pengaturan keuangan
yang berbeda. Pos-pos pengeluarannya juga berbeda. Tapi.. prinsip
pengelolaannya sama menurut saya yaitu jangan sampai pengeluaran lebih besar
dari pendapatan. Hlaaa nomboknya dari mana. Karena itu, penting untuk jadi ibu
yang bijak dalam mengatur keuangan. Itulah makanya saya datang ke acara Blogger
Gathering Ibu Bijak pada tanggal 25 Juli 2017 lalu. Acara ini terselenggara
berkat kerjasama Visa dan OJK.
Di acara itu ada mbak Prita Hapsari Ghozie, narasumber
yang juga seorang Finacial Educator. Mbak Prita membicarakan soal Finacial
Check Up. Wuih.. apa tuh Financial Check Up? Financial Check Up adalah kegiatan
memerika seluruh pendapatan dan pengeluaran sebelum kita memasukan dana pada
pos-pos tersebut.
Nih yaaa.. setiap bulan kan kita selalu membayar ini itu.
Cek deh apakah ada hutang yang belum tercatat atau ada pendapatan yang belum
tercatat juga. Kan sayang ya misalnya kita punya investasi dalam bentuk emas
kiloan yang ternyata tidak tercatat (horang kayah hehehe). Atau hutang pada
orang lain yang kita lupa mencatatnya jadi lupa dibayar juga. Nah lupa bayar
hutang sering kejadian nih. Buat financal check up dalam bentuk tabel biar
lebih gampang kita bacanya.
Jenis-jenis kondisi keuangan
Menurut bu Prita, keuangan yang dikatakan sehat itu
adalah jika pengeluaran tidak lebih besar dari penghasilan, minimal pengeluaran
harus sama dengan penghasilan. Di posisi keuangan yang seperti ini, kita nggak
perlu berhutang sana-sini untuk menutupi pengeluaran yang pada akhirnya membuat
pengeluaran kita semakin besar.
Nggak perlu punya pendapatan yang besar banget untuk ada
di posisi keuangan sehat, intinya adalah cerdas mengatur pengeluaran. Ibu-ibu
kan suka panik ya kalau melihat barang-barang diskon. Nahhhh.. barang diskon
ini bisa jadi salah satu hal yang membuat pengeluaran jadi membengkak. Bukannya
irit karena dapat diskon malah jadi besar pengeluaran bulanannya.
Nah kondisi keuangan di mana pengeluaran lebih besar daripada
pendapatan ini namanya keuangan tidak sehat. Saya beberapa kali ada di kondisi
ini (jujur). Kondisi keuangan yang tidak sehat kadang terjadi karena sesuatu di
luar rencana misalnya tiba-tiba suami berhenti bekerja karena perusahaannya
sedang mengurangi pegawai. Atau tiba-tiba ada keluarga yang sakit parah dan
butuh biaya berobat yang tinggi. Semoga kita semua dijauhkan dari kondisi yang
buruk seperti ini ya bu.
Ada lagi keuangan mandiri yaitu penghasilan lebih besar
dari pengeluaran, tidak punya hutang-hutang dan ada investasi walau sedikit.
Kondisi keuangan yang terakhir adalah keuangan mandiri yaitu kondisi keuangan
di mana penghasilan lebih besar dari pengeluaran dan ada pendapatan pasif dari
asset. Misalnya.. ada rumah kontrakan yang pendapatan sewanya kita terima tiap
bulan. Kondisi keuangan idaman banget ya.
Perangkat Financial Check Up
Dalam hidup, kayaknya nggak mungkin ya kalau nggak punya
utang. Saya aja punya tuh utang.. yaitu utang tulisan (eeehhh). Nah biar kita
bisa mengatur keuangan lebih gampang, menurut bu Prita ini yang harus kita
lakukan :
Membuat tabel kekayaan bersih: buat seluruh daftar asset
termasuk asset bergerak dan tidak bergerak. Buat juga daftar hutang. Misalnya hutang
kartu kredit, cicilan rumah dan lain-lain. Kekayaan bersih adalah jumlah asset
dikurangi dengan kewajiban (hutang).
Membuat kas : Bikin daftar lagi nih tentang pengeluaran
tetap dan tidak tetap. Ongkos anak sekolah, biaya masak sehari-hari, langganan
tv kabel, biaya listrik adalah pengeluaran tetap saya. Bikin juga daftar
pengeluaran tidak wajib, ini perlu lho biar kita ada bayangan harus mengeluarkan
uang buat apa lagi. Misalnya kita berencana untuk liburan.
Dana Darurat
Pernah mengalami rice cooker yang tiba-tiba mati? Saya
pernah. Rice cooker saya lelah kali ya tiba-tiba suatu hari mati dan nggak bisa
dipake lagi. Akhirnya terpaksa saya rogoh kocek untuk membeli rice cooker baru.
Hal yang terbilang remeh ini harus ditempatkan dalam dana darurat. Dana darurat
adalah dana yang disisihkan untuk kepentingan mendesak.
Dana darurat terbesar biasanya digunakan untuk berobat.
Kita tak selalu sehat setiap saat. Adakalanya kita mengalami sakit, apalagi
kalau cuaca mulai nggak jelas, kadang hujan kadang panas. Wah siap-siap sakit
deh. Nah biar saat tiba-tiba sakit kita nggak bingung, sisihkan dana untuk
biaya berobat. Meski ada asuransi, dana darurat untuk sakit tetep harus ada deh
karena kadang nggak semua obat ditanggung asuransi.
Hutang, boleh?
Hmmmm… boleh nggak boleh sebenernya relatif. Boleh jika
kita bisa membayar hutang tersebut dan hutang tersebut kita gunakan untuk
sesuatu yang mendesak. Tak boleh jika hutang itu terlalu besar jumlahnya dan
uang hasil hutang hanya digunakan untuk hura-hura. Trus.. kalo mau berhutang
kita juga pikirkan apakah hutang itu bermanfaat dan produktif atau nggak.
Hutang yang produktif adalah jika hutang itu memberi
manfaat lebih lama dari tempo kita membayar cicilan hutang. Lalu hutang bisa
mendatangkan penghasilan. Hutang investasi rumah termasuk dalam hal ini. Rumah
yang kita beli dari berhutang harganya di masa depan bisa lebih tinggi lalu
jika rumah ini kita sewakan maka hasil sewanya bisa menjadi pendapatan untuk
kita.
Hutang tidak lepas dari bunga. Saat berhutang kita wajib
mengetahui bunga yang diberikan untuk hutang kita. Jangan berhutang jika
bunganya terlalu besar. Kalau kita berhutang pada bank kita akan dijelaskan
secara detail mengenai suku bunga ini. Namun bank-bank bisa memberikan suku
bunga yang berbeda. Analisa dulu jika kita memutuskan berhutang lewat bank.
Terakhir… bu Prita memberikan info mengenai alokasi ideal
dalam pengelolaan uang yaitu :
5% untuk zakat dan sedekah
10% menabung dana darurat
30% biaya hidup
30% cicilan pinjaman
15% investasi
10% gaya hidup
Nah.. ini rumusan dan pengelolaan keuangan. Tinggal
diikutin aja itu rumusnya. Susah? Iya memang… namun demi menjadi ibu bijak,
kita harus mempelajari bagaimana mengelola keuangan dengan benar. Saya juga
belajar terus nih. Yuk jadi ibu bijak.
Tidak ada komentar